Info bagi yang membutuhkan
Deteksi dini pada Anak Autisme
oleh: Alloysius Hanung Rumekso
Kata autisme saat ini sering kali diperbincangkan, dan angka kejadian anak autistik masih terus meningkat diseluruh dunia. Saat ini sering timbul kekuatiran para orang tua jika anak kita terlambat bicara atau bertingkah laku tidak lazim, kemudian mengkaitkannya dengan kasus Autisme.
Banyak penyandang autisme terutama yang ringan masih tidak terdeteksi dan bahkan sering mendapatkan diagnosa yang salah, atau bahkan terjadi overdiagnosis. Hal tersebut tentu saja sangat merugikan perkembangan anak
yang lebih luas dan berat, sehingga mempengaruhi anak secara mendalam.
Pada kasus anak penyandang Autisme ada 3 ketidakseimbangan atau gangguan perkembangan dasar yang mencakup bidang interaksi sosial , komunikasi , dan perilaku. Namun kadang disertai dengan ketidakseimbangan atau gangguan perkembangan penyerta pada area Senso-motoriknya.
Karakteristik gangguan pada kasus Autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2–5 tahun. Pada beberapa kasus, gejala terlihat pada masa sekolah setelah anak memasuki lingkuangan sosial yang lebih luas. Pada kasus ini biasanya adalah kasus Autisme dengan spectrum yang lebih ringan (mild Autism / Spt : Asperger's Syndrome). Berdasarkan penelitian, kasus Autisme lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan (4:1). Beberapa test untuk mendeteksi secara dini kecurigaan anak dengan Spectrum Autism hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas. Gejala autisme berbeda – beda dalam kuantitas dan kualitasnya, penyandang autisme infantil klasik (faktor genetik) mungkin memperlihatkan gejala dalam derajat yang lebih berat (ASD, CCD atau Ret's Dyndrome), tetapi kelainan ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala saja tampak pada beberapa kasus Autisme yang lebih ringan hingga sedang (Asperger’s Syndrome atau PDD-NOS). Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya dengan intensitas dan kualitas yang berbeda.
Banyak penyandang autisme terutama yang ringan masih tidak terdeteksi dan bahkan sering mendapatkan diagnosa yang salah, atau bahkan terjadi overdiagnosis. Hal tersebut tentu saja sangat merugikan perkembangan anak
yang lebih luas dan berat, sehingga mempengaruhi anak secara mendalam.
Pada kasus anak penyandang Autisme ada 3 ketidakseimbangan atau gangguan perkembangan dasar yang mencakup bidang interaksi sosial , komunikasi , dan perilaku. Namun kadang disertai dengan ketidakseimbangan atau gangguan perkembangan penyerta pada area Senso-motoriknya.
Karakteristik gangguan pada kasus Autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2–5 tahun. Pada beberapa kasus, gejala terlihat pada masa sekolah setelah anak memasuki lingkuangan sosial yang lebih luas. Pada kasus ini biasanya adalah kasus Autisme dengan spectrum yang lebih ringan (mild Autism / Spt : Asperger's Syndrome). Berdasarkan penelitian, kasus Autisme lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan (4:1). Beberapa test untuk mendeteksi secara dini kecurigaan anak dengan Spectrum Autism hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas. Gejala autisme berbeda – beda dalam kuantitas dan kualitasnya, penyandang autisme infantil klasik (faktor genetik) mungkin memperlihatkan gejala dalam derajat yang lebih berat (ASD, CCD atau Ret's Dyndrome), tetapi kelainan ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala saja tampak pada beberapa kasus Autisme yang lebih ringan hingga sedang (Asperger’s Syndrome atau PDD-NOS). Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya dengan intensitas dan kualitas yang berbeda.
Berikut beberapa karakteristik gejala pada anak yang mengarah pada gangguan autisme yang patut dicurigai:
Gangguan atau ketidakseimbangan pada area bahasa dan komunikasi, meliputi :
1. Terlihat adanya gangguan pada area bahasa dan komunikasi, baik verbal maupun non verbal secara spesifik.
2. Keterlambatan bicara atau tidak dapat berbicara.
3. Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai Echolalia, Mumbling, Babbling bahkan Humming.
4. Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata atau kalimat dalam konteks yang sesuai pada rentang waktu 1 - 3 tahun pertama.
5. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi yang efektif.
6. Meniru atau membeo (Echolalia) , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, maupun kata – katanya tanpa mengerti makna dan artinya.
7. Kadang bicara monoton, kaku (rigid) seperti robot atau pola infleksi tertentu.
8. Mimik wajah dan ekspresi yang datar, terkesan tuli saat dipanggil, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
1. Terlihat adanya gangguan pada area bahasa dan komunikasi, baik verbal maupun non verbal secara spesifik.
2. Keterlambatan bicara atau tidak dapat berbicara.
3. Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai Echolalia, Mumbling, Babbling bahkan Humming.
4. Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata atau kalimat dalam konteks yang sesuai pada rentang waktu 1 - 3 tahun pertama.
5. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi yang efektif.
6. Meniru atau membeo (Echolalia) , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, maupun kata – katanya tanpa mengerti makna dan artinya.
7. Kadang bicara monoton, kaku (rigid) seperti robot atau pola infleksi tertentu.
8. Mimik wajah dan ekspresi yang datar, terkesan tuli saat dipanggil, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
Ketidakseimbangan atau Gangguan perkembangan pada area interaksi sosial meliputi :
1. Menolak atau menghindar untuk bertatap muka (kontak mata).
2. Tidak suka dan menolak bila dipeluk atau mendapatkan sentuhan atau sebaliknya.
3. Tidak ada usaha atau inisiatif untuk melakukan interaksi dan kontak sosial dengan orang lain.
4. Menggunakan gesture atau bahasa tubuh bila menginginkan sesuatu (menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya).
5. Kesulitan untuk berinteraksi dalam group. Bila didekati untuk bermain anak justru menjauh.
6. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
7. Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata dan intens pada anak sebaya. Pada kasus yang lebih berat, ini berlaku terhadap orang tuanya. Tidak tertarik dan dipengaruhi oleh kehadiran dan atau stimulasi orang tua.
1. Menolak atau menghindar untuk bertatap muka (kontak mata).
2. Tidak suka dan menolak bila dipeluk atau mendapatkan sentuhan atau sebaliknya.
3. Tidak ada usaha atau inisiatif untuk melakukan interaksi dan kontak sosial dengan orang lain.
4. Menggunakan gesture atau bahasa tubuh bila menginginkan sesuatu (menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya).
5. Kesulitan untuk berinteraksi dalam group. Bila didekati untuk bermain anak justru menjauh.
6. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
7. Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata dan intens pada anak sebaya. Pada kasus yang lebih berat, ini berlaku terhadap orang tuanya. Tidak tertarik dan dipengaruhi oleh kehadiran dan atau stimulasi orang tua.
Ketidakseimbangan atau gangguan perkembangan pada area perilaku, meliputi :
1. Tidak mengerti cara bermain atau bermain dengan janggal dan aneh.
2. Tidak suka dan mengerti aturan main dan cara bermain.
3. Bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang.
4. Terikat dengan suatu permainan tertentu. Bila sudah senang satu mainan tidak tertarik permainan yang lebih variatif.
5. Kesulitan memahami konsep bermain secara paralel (bergiliran) dan interaktif.
6. Keterpakuan pada benda bergerak dan berputar, seperti : roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama), baling-baling atau sesuatu yang berputar.
7. Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana.
8. Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, atau hal lain secara detail dan melekat.
9. Perilaku ritualistik sering terjadi pada anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat – lompat, berputar – putar, memukul benda berulang – ulang atau sebaliknya.
10. Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya.
11. Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata.
12. Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif.
13. Pada kasus tertentu munculnya perilaku manipulatif dan injury, menyakiti diri sendiri dan atau orang lain.
1. Tidak mengerti cara bermain atau bermain dengan janggal dan aneh.
2. Tidak suka dan mengerti aturan main dan cara bermain.
3. Bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang.
4. Terikat dengan suatu permainan tertentu. Bila sudah senang satu mainan tidak tertarik permainan yang lebih variatif.
5. Kesulitan memahami konsep bermain secara paralel (bergiliran) dan interaktif.
6. Keterpakuan pada benda bergerak dan berputar, seperti : roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama), baling-baling atau sesuatu yang berputar.
7. Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana.
8. Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, atau hal lain secara detail dan melekat.
9. Perilaku ritualistik sering terjadi pada anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat – lompat, berputar – putar, memukul benda berulang – ulang atau sebaliknya.
10. Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya.
11. Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata.
12. Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif.
13. Pada kasus tertentu munculnya perilaku manipulatif dan injury, menyakiti diri sendiri dan atau orang lain.
Kadang disertai ketidakseimbangan atau gangguan penyerta dalam persepsi sensoris dan senso-motorik, meliputi :
1. Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.
2. Sensitif terhadap suara tertentu, seperti : Blender, penyedot debu dan sejenisnya.
3. Tidak menyukai rabaan dan pelukan atau sebaliknya. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
4. Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
5. Adanya keterlambatan dalam area senso-motorik yang terlihat secara spesifik pada area kekuatan, keseimbangan, koordinasi dan lateralisasi fungsi motoriknya.
6. Dapat juga anak terlalu diam dan tidak responsif, gangguan pada area tactile (perabaan), dan ambang rasa sakit.
1. Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.
2. Sensitif terhadap suara tertentu, seperti : Blender, penyedot debu dan sejenisnya.
3. Tidak menyukai rabaan dan pelukan atau sebaliknya. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
4. Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
5. Adanya keterlambatan dalam area senso-motorik yang terlihat secara spesifik pada area kekuatan, keseimbangan, koordinasi dan lateralisasi fungsi motoriknya.
6. Dapat juga anak terlalu diam dan tidak responsif, gangguan pada area tactile (perabaan), dan ambang rasa sakit.
Jika mencurigai adanya satu atau lebih gejala di atas pada anak kita, berdasarkan ciri-ciri tersebut jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Tetapi jangan juga cepat – cepat menyatakan bahwa anak kita adalah penyandang Autisme.
Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditangani oleh suatu team dokter dan profesional terkait yang berpengalaman, yang terdiri dari : dokter anak , ahli saraf anak, psikolog, ahli tumbuh kembang, ahli dietary, Speech Pathologist dan team therapist.
Team tersebut bertanggung jawab dalam menegakan diagnosis dan memberi arahan mengenai kebutuhan dan tindaklanjut untuk penanganan yang terbaik.
Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditangani oleh suatu team dokter dan profesional terkait yang berpengalaman, yang terdiri dari : dokter anak , ahli saraf anak, psikolog, ahli tumbuh kembang, ahli dietary, Speech Pathologist dan team therapist.
Team tersebut bertanggung jawab dalam menegakan diagnosis dan memberi arahan mengenai kebutuhan dan tindaklanjut untuk penanganan yang terbaik.
Semoga bermanfaat....
Source:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10208175811224757&id=1585825645
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10208175811224757&id=1585825645
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Mohon tidak memberikan link hidup ya 😊.