Saturday, November 18, 2017

Workaholic vs Perfectsionist



Dear Mommies...  

Apa kabar? 

Semoga sehat selalu  yaaa Moms dan keluarga.

Postingan kali ini saya dan kawan blogger yang cantik Ike owner www.ikeyuliastuti.com, ingin berkolaborasi mengenai tipe kami saat bekerja. Oh iya kalau ingin tahu tulisan Ike Si Workaholic,  baca di link berikut yaa-->  
Si Workaholic dan Si Perfectionist.

Sebagai seorang working mom,  kami punya kesibukan yang sangat hectic sejak pagi hari. 
Naah untuk urusan pekerjaan ternyata saya dan Ike mempunyai sifat berbeda lhoh. 

Saya lebih mempunyai sifat perfeksionis saat bekerja,  sedangkan Ike cenderung lebih workaholic alias gila kerja. 





Beberapa sifat perfeksionis yang menghantui saya, (dilansir dari website merdeka.com)


Sangat peduli dengan penilaian orang terhadap pekerjaan.
Untuk urusan pekerjaan,  saya sangat peduli dengan pendapat orang lain tentang pekerjaan yang saya lakukan lho. 

Apalagi pekerjaan  saya berhubungan dengan analisis data, sehingga harus teliti dan hati-hati. Ditambah pekerjaan sebagai editor jurnal ilmiah yang membutuhkan ketelitian dalam membaca naskah.  Lama-kelamaan berdampak pada kehidupan sehari-hari. Saya menjadi cenderung lebih  detil dan ruwetπŸ˜‚.


Harus sempurna saat mengerjakan suatu pekerjaan
Saat mengerjakan project apapun,  saya cenderung mengerjakan sesempurna mungkin.  

Mulai dari presentasi,  proposal,  desain buku. Semuanya harus dikerjakan serapi mungkin dan harus detail.

 Kekurangannya akhirnya saat mengerjakan  sesuatu membutuhkan waktu ekstra lebih lama hehehe.  Saking pengen sempurna mengerjakan sesuatu.



Terobsesi pada kesalahan dan kegagalan
Kesalahan dan kegagalan menjadi momok yang menakutkan bagi orang perfeksionis  seperti saya.

Saat gagal beberapa kali di ujian S3 kemarin, saya sempat stres dan uring-uringan haha. Dan biasanya kalau gagal di suatu project, saya akan super introspeksi mencari penyebab kegagalan. Dan semangat untuk maju dan bangkit bisa berkali-kali lipat setelah mengalami kegagalan.



Sebisa mungkin meminimalisir kegagalan dan kesalahan
Karena kesalahan dan kegagalan akan mengganggu zona nyaman saya.  Jadi sebisa mungkin saya harus meminimalisir kedua hal itu. 

Caranya dengan mempersiapkan segala pekerjaan dengan cara mencicil, baik pekerjaan di rumah ataupun di kantor. 
Untuk pekerjaan kantor,  saya rela tidur dini hari asalkan sudah dikerjakan terlebih dahulu. 

Untuk pekerjaan rumah saya memulai hari dengan  menyiapkan kebutuhan  makanan,  pakaian, untuk suami dan anak di malam hari. Pagi harinya sebelum shubuh membuat sarapan, lali memandikan dan menyuapin si kecil, membuat makan siang dan mengantar si kecil ke Day Care di dekat rumah.

Setelah itu baru berangkat bekerja ke kantor. Sore harinya menjemput si kecil di Day Care, lalu mengerjakan tugas rumah, dan mencicil pekerjaan untuk esok hari. Semua saya kerjakan sendiri tanpa asisten rumah tangga,  jadi terbayang khan ya betapa mengganggunya sifat perfeksionis iniπŸ˜‚

Merasa bersalah kalau membuat orang lain kecewa dengan hasil kerja
Sifat perfeksionis  yang menjengkelkan adalah merasa bersalah kalau orang lain kecewa dengan hasil kerja saya.
Terutama jika mengerjakan project yang hasilnya mengecewakan,  saya akan mudah sekali kesal.


Menetapkan standar tinggi dalam setiap  pekerjaan
Di kehidupan sehari-hari pun sifat perfeksionis punya dampak juga lhoh Moms, khususnya tentang fashion. Percaya atau tidak,  saya paling tidak bisa menggunakan pakaian kusut dan jilbab kusut saat bekerja,  jadi harus menyetrika pakaian baru. 

Demikian juga baju atau celana suami, kalau saya menyetrika harus rapi dan untuk celana bagian depan dan belakang harus lurus satu garis. Jadi pakaian dan jilbab yang sudah disetrika di lemari,  pasti akan saya setrika lagi sebelum berangkat bekerja.

Standar tinggi juga sering saya alami saat memasak, jadi harus benar-benar enak rasanya.  Kalau gagal,  maka saya akan mengulangi lagi sampai berhasil. Terkadang itu hanya buang waktu khan ya? πŸ˜‚
Masing-masing pribadi orang tentu berbeda ya Moms.  Kebetulan sifat perfeksionis  saya sinkron dengan sifat  workaholic suami yang juga seorang perfeksionis πŸ˜‚. 

Saat ini saya mulai mengurangi sifat perfeksionis baik di pekerjaan maupun rumah tangga,  karena ternyata tidak terlalu baik selaij membuat tidak nyaman juga hidup tidak bisa santai. 

Okay Moms...  

Sekian dulu sharing  saya  yaa. Semoga dapat memberikan manfaat yaa Moms.

Happy sharing  and happy blogging Moms❤





Referensi:

1. https://www.merdeka.com/gaya/5-tanda-orang-yang-perfeksionis.html
2. https://m.vemale.com/woman-extra/100417-9-tanda-kamu-seorang-perfeksionis-meski-sering-menyangkalnya.html


12 comments:

  1. Ibu saya termasuk selalu perfeksionis. Sebagai anaknya saya ngerasa terintimidasi. Soalnya dari kecil saya orangnya clumsy. Jd ga niru deh.
    Ada baiknya jg selalu (berusaha) perfek, -meskipun hasil masih ditentukan oleh-Nya- memang peluang utk berhasil lebih besar ya..

    ReplyDelete
  2. Sebenarnya kita kurang lebih sama sifatnya... saya juga selalu mengharapkan hasil yang sempurna dalam setiap pekerjaan, tapi kadang sifat cuek saya juga muncul. Dan ternyata berpikiran lebih santai dan tidak merasa terbebani dengan pekerjaan malah bikin suasana hati saya lebih happy lho :)

    ReplyDelete
  3. Mbak Diraa.. udah S3? Keren ih.. sukses terus mbak..

    ReplyDelete
  4. Wow sampe setrika ulang? Mbak indira memang totalitas disetiap hal.

    ReplyDelete
  5. Kalau saya orangnya malah cenderung santai dan nggak banyak target, mbak. Heu

    ReplyDelete
  6. Wah teryata sama ya aku ya perfectionis mba. Satu sisi kadang meelahkan juga loh. Tapi soal masak, aku ngak nyampe ngulag2 gitu sih mba. Hehhee

    ReplyDelete
  7. MB Dira, keren.. galfok sama ujian S3 nya nih.. AQ sblmnya jg perfectionis sayangnya suami kebalikan akhirnya aqnya ketularan paksu.. enak mbak hidup jd lebih santai dan bisa dinikmati 😁

    ReplyDelete
  8. Dulu saya perfectionist sekarang passionist aja deh hehehhe

    ReplyDelete
  9. Kalau aku kyknya easy going dan serampangan mbak hahahah kesian ya

    ReplyDelete
  10. dulu, saya termasuk yang perfectionist tapi akhirnya capek sendiri, kalau ada yang melenceng sedikit saja, pasti uring2an, stres, sampai depresi. hidup dengan suami yang mengalir bikin saya makin stres, tapi lama-kelamaan saya belajar sedikit demi sedikit, mengurangi sisi perfectionist saya. Syukur skrg ga separah dulu :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar. Mohon tidak memberikan link hidup ya 😊.

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES